Hasyim, Viki Udviah (2013) Tinjauan mengenai pembatasan luas tanah rumah hunian kaitannya dengan hak asasi manusia: studi tentang putusan Mahkamah Konstitusi nomor 14/PUU-X/2012. Diploma thesis, Universitas Al Azhar Indonesia.
Text (UAI)
- Published Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial. Download (0B) |
Abstract
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiaporang yang tidak mudah di peroleh. Untuk memenuhi kebutuhan rumah layak dan sehat bagi masyarakat pemerintah mengatur mengenai pembatasan luas lantai minimal tipe 36 untuk rumah tunggal dan rumah deret. Tujuan dari ketentuan ini adalah agar rumah hunian di Indonesia sesuai dengan standar kelayakan internasional yang telah ditentukan oleh World Health Organization. Dengan adanya ketentuan ini pihak Asosiasi Pengembang Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) merasa dirugikan, karena ketentuan pembatasan luas lantai rumah tipe 36 berkaitan dengan penyaluran kredit Fasilitas Likuiditas Pembiyaan Perumahan (FLPP) yang hanya akan diberikan pada masyarakat berpenghasilan rendah yang membeli rumah hunian minimal tipe 36.Kerugian nyata yang dialami APERSI adalah meningkatnya backlog perumahan karena daya beli masyarakat Indonesia masih rendah. Meskipun telah dibantu dengan kredit FLPP nampaknya sebagian besar kelompok MBR tetap tidak dapat menjangkau harga rumah tipe 36 seiring semakin tingginya harga tanah dan bahan bangunan. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif untuk melihat dasarkebijakan pemerintah dalam membatasi luas lantai rumah hunian minimal tipe 36 dalam Undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang kemudian akan dikaitkan dengan norma hak asasi manusia dan ketentuan kovenan EKOSOB.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, untuk mengetahui dasar kebijakan pemerintah atas pembatasan luas lantai rumah hunian minimal tipe 36m2 serta kaitannya dengan tingkat keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah terhadap rumah hunian.Penulis sebenarnya tidak setuju atas putusan MK yang menyatakan bahwa Pasal 22 ayat (3) UU PKP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena standar rumah hunian tipe 36 merupakan standar rumah layak yang paling minimum. Namun agar tidak merugikan pihak APERSI dan pemerintah serta masyarakat, MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan APERSI untuk membatalkan Pasal 22 ayat (3) UU PKP. Dengan dibatalkannya Pasal 22 ayat (3) UU PKP dan adanya FLPP sebagai KPR subsidi dari pemerintah namun masyarakat tetap belum mampu secara finansial untuk membeli rumah dengan status hak milik, maka sebagai solusi masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat mendapatkan rumah dengan sistem sewa di rusunawa.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Additional Information: | Identifier : HE 13 200 Language : Indonesia Copyright : Attribution 4.0. International |
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law > 346 Private Law Library of Congress Subject Areas > Skripsi Library of Congress Subject Areas > Skripsi Library of Congress Subject Areas > Land tenure--Law and legislation |
Divisions: | Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) > Fakultas Hukum (FH) > Hukum Ekonomi Teknologi |
Depositing User: | Rahman Pujianto |
Date Deposited: | 19 Jul 2018 05:05 |
Last Modified: | 04 Apr 2020 17:42 |
URI: | http://eprints.uai.ac.id/id/eprint/651 |
Actions (login required)
View Item |